Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI KABANJAHE
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2020/PN Kbj Syarifin Bangun, ST Kepala Kepolisian Resort Tanah Karo Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 26 Okt. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2020/PN Kbj
Tanggal Surat Senin, 26 Okt. 2020
Nomor Surat 3/Pra.Pid/2020/PN Kbj
Pemohon
NoNama
1Syarifin Bangun, ST
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Resort Tanah Karo
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Adapun alasan – alasan PEMOHON dalam mengajukan PRAPERADILAN ini adalah sebagai berikut :
I.    FAKTA – FAKTA HUKUM
1.    Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan ketentuan pasal 77 dan Pasal 79 Undang – Undang Nomor 8 Tahun

 

1981 Tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai berikut :
Pasal 77 KUHAP :
Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur didalam Undang – Undang  ini tentang :
A.    Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
B.    Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya  dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

PASAL 79 KUHAP :
Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan digunakan oleh tersangka, keluarga, atau kuasanya kepada ketua pengadilan Negeri dengan menyebutkan Alasannya.

2.    Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka oleh Kepala Kepolisian ResorTanah Karo pada tanggal 17 Oktober 2020  dalam perkara Tindak Pidana SARA melalui ITE sebagaimana dimaksud Pasal 45 A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang – undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
3.    Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP / 538 / VII / 2020 / SU / Res T. Karo, tanggal 22 Juli 2020 dengan SUHERI TARIGAN, S.H sebagai Pelapor.
4.    Bahwa Pemohon merupakan Aktivis Media Sosial yang aktif mengkritik Oknum – Oknum yang dianggap sebagai Pengedar dan Bandar Narkoba juga sebagai Bandar Judi di Kabupaten Karo.
5.    Bahwa kami selaku Kuasa Hukum Pemohon menganggap penangkapan dan Penahanan terhadap Pemohon terkesan dipaksakan dan diduga di Intervensi oleh Oknum – Oknum yang  merasa kepentingannya terusik oleh kritikan – kritikan Pemohon sebagaimana yang dimaksud pada point 4.

 


6.    Bahwa mengenai Kronologis terjadinya Tindak Pidana SARA melalui ITE tersebut sampai dengan Peristiwa Penangkapan PEMOHON oleh TERMOHON akan di uraikan sebagai berikut :
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Pemohon merupakan Aktivis Media Sosial yang cukup Aktif. Pemohon sering Melakukan Live dan Update Status lewat Media Sosial tepatnya FaceBook. Pada tanggal 20 April 2020 sekitar Pukul 22.53 wib Pemohon  melakukan Update Status di Facebook dimana isi dari Statusnya tersebut merupakan kata – kata ungkapan budaya karo atau sering disebut oleh Masyarakat Karo sebagai Kuan – Kuan Karo yang Tujuannya sebenarnya jelas untuk Menghibur, ada pun Kata – Kata Statusnya tersebut adalah sebagai berikut “Suraaak Arooonn..! Ndee Riahna e Nina Anak Juhar ah…ban Riahna Kapna Nonton Gendang… Terdakepna Mamina…” artinya (bahasa Indonesia), “Bersuka Ria Lah kita..! Aduhh bahagia sekali kata anak Juhar. . . Sangkin bahagianya mereka Menonton Gendang (Hiburan Musik Tradisional Karo), tanpa sengaja maminya sampai dipeluk…”Namun Ungkapan ini sangat Multitafsir Maknanya. Kemudian Postingan yang berikutnya adalah “Adi Juhar Ah Kam Ladat Empon Asa Lalap kam labo empo”, dimana Postingan ini juga masih sangat Multitafsir. Atas dasar itu, pada tanggal 22 Juli 2020 perwakilan Masyarakat Juhar atas nama Suheri Tarigan, SH membuat Laporan terhadap Pemohon dengan Nomor LP / 538 / VII / 2020 / SU / Res T. Karo. Hanya berdasarkan Bukti prinan dari Facebook, dipertengahan Bulan Oktober dilakukan Penangkapan dan Penahanan terhadap diri Pemohon.Padahal seharusnya dibutuhkan juga Keterangan Saksi Ahli untuk menjelaskan Tindak Pidana SARA melalui ITE tersebut dan dibutuhkan juga Saksi Ahli Budayawan Karo untuk menjelaskan mengenai makna Kuan – Kuan Karo tersebut yang pada prinsipnya tujuannya untuk menghibur. Kalaupun masyarakat Juhar ada yang tersinggung, seharusnya oleh Pihak – Pihak terkait termasuk Aparat Penegak Hukum membuka Ruang untuk melakukan Perdamaian antara Masyarakat Juhar dengan Pemohon mengingat delik ini adalah delik aduan dan bukan merupakan Persoalan Hukum yang setara dengan penyakit social yang


 menggerogoti dan merusak kehidupan masyarakat Karo seperti Narkoba atau judi bahkan mungkin Terorisme. Kita harus menyadari bahwa Negara Hukum seharusnya meminimalkan Penggunaan Hukum atau menggunakan Hukum sebagai Upaya Terahir sebagai Upaya Paksa karena kita harus percaya bahwa Konflik bisa diatasi dengan Kejujuran Argumentasi, Dialog atau istilah Bahasa Karo adalah Arih – Arih bukan malah membuat masalah sederhana semakin pelik dan dibesar – besarkan.
II.    ANALISA  YURIDIS
1.    Bahwa Penangkapan dan Penahanan oleh TERMOHONterhadap PEMOHON adalah tidak prosedural, bertentangan dengan Hukum yaitu Pasal 1 angka 14 KUHAP mengenai Tersangka, Pasal 17 KUHAP mengenai Penangkapan dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP mengenai Penahanan, serta melanggar dan memperkosa hak asasi PEMOHON ;
2.    Didalam Pasal 1 angka 14 KUHAP menerangkan bahwa “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan BUKTI PERMULAAN patut diduga sebagai Pelaku Tindak Pidana”.
3.    Didalam Pasal 17 KUHAP menerangkan bahwa “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak Pidana berdasarkan BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP”.
4.    Didalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP menerangkan bahwa “Penahanan atau Penahanan Lanjutan dilakukan terhadap seorang Tersangka atau Terdakwa yang diduga keras melakukan tindak Pidana berdasarkan BUKTI YANG CUKUP”.
5.    Selanjutnya sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/ PUU- XII/ 2014 memutus bahwa Frasa “BUKTI PERMULAAN”, “BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP”, “BUKTI YANG CUKUP” dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP, Pasal 17 KUHAP, Pasal 21 ayat (1) KUHAP, bertentangan dengan Undang – Undang Dasar 1945 (INKONTITUSIONAL) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Minimal DUA ALAT BUKTI yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP.
6.    Pasal 184 KUHAP menerangkan bahwa alat Bukti yang sah ialah :
a.    Keterangan Saksi
b.    Keterangan Ahli
c.    Surat

 

 

d.    Petunjuk
e.    Keterangan Terdakwa
7.    Dengan demikian didalam melakukan Penangkapan serta Penahanan terhadap seorang Tersangka harus berdasarkan minimal ada DUA ALAT BUKTI yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.
8.    Sementara Penangkapan dan Penahanan  terhadap Pemohon hanya berdasarkan 1 alat bukti yaitu berupa Prinan Status Pemohon di Facebook, jelas hal ini bertentangan dengan Prosedur Hukum Penangkapan dan Penahanan sebagaimana yang dimaksud dalam KUHAP dan Putusan MK Nomor 21/ PUU- XII/ 2014.
9.    Selain itu, Mengingat status yang diupdate oleh Pemohon yaitu ““Suraaak Arooonn..! Ndee Riahna e Nina Anak Juhar ah…ban Riahna Kapna Nonton Gendang… Terdakepna Mamina…” dan “Adi Juhar Ah Kam Ladat Empon Asa Lalap kam labo empo”  dimana postingan ini dianggap melanggar Pasal SARA UU ITE padahal Kata – Kata Ungkapan ini sangat sarat mengandung Bahasa Kebudayaan atau yang sering disebut oleh Masyarakat Karo sebagai Kuan – Kuan Karo maka hal ini kami anggap sangat Multitafsir yang seharusnya disertai dengan Keterangan Saksi Ahli (Bukan Keterangan Saksi Biasa) baik saksi Ahli Kebudayaan Karo dan Saksi Ahli Tindak Pidana SARA melalui ITE, tanpa itu Penangkapan dan Penahanan terhadap Pemohon cacat Hukum sehingga harus segera dibebaskan karena Jelas bertentangan dengan KUHAP dimana tidak ada Minimal 2 Alat Bukti yang sah ;
10.    Berdasarkan postingan sebagaimana yg dimaksud pada point 9 tersebut bisa saja makna dari “Terdakepna Mamina”, itu adalah perempuan dengan perempuan, siMami jelas perempuan dan si keponaan (beberenya) yg memeluk adalah juga perempuan. Begitu juga dengan postingan selanjutnya sebagaimana yang diuraikan di Point  9 yaitu “Adi Juhar ah kam ladat empon Rasa Lalap Labo empo”, dimana maksud dari Postingan ini oleh Pemohon sebenarnya ingin menjelaskan bahwa Juhar itu sangat Lebar, sampai – sampai ada 4 kepala Desa disana sehingga seharusnya diJuhar itu gampang untuk mendapatkan Jodoh”, dengan demikian Postingan – Postingan ini sangat Multitafsir dan sangat membutuhkan Keterangan Saksi Ahli Bahasa Budaya Karo, sehingga tidak bisa disimpulkan begitu saja sebagai Tindak Pidana SARA melalui ITE apa lagi hanya dengan Bukti Prinan dari FB saja ditambahhanya Keterangan Saksi biasa, ini sangat dipaksakan dan bertentangan dengan pemenuhan minimal 2 Alat Bukti cukup sesuai KUHAP.

 

 

 

11.    Bahwa berdasarkan pada Analisa Yuridis ini maka TERMOHON juga telah melanggar dan memperkosa Hak Asasi PEMOHON sebagaimana dilindungi dan dijamin keberadaannya dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 28D ayat (1) UUD 1945 :
“ Setiap orang berhak atas pengakuan, Jaminan, Perlindungan, dan Kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum…”

III.    PENANGKAPAN DAN PENAHANAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM MENIMBULKAN KERUGIAN BAGI PEMOHON

1.    Bahwa tindakan PENANGKAPAN dan PENAHANAN yang tidak sah secara Hukum oleh TERMOHONterhadap PEMOHON telah mengakibatkan kerugian bagi PEMOHON ;
2.    Bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana mengatur sebagai berikut :
“Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana pasal 77 huruf b dan pasal 95 KUHAP adalah berupa Imbalan serendah – rendahnya Rp 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi – tingginya Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah)…”
Merujuk pada pasal tersebut di atas di mana fakta membuktikan bahwa akibat Penangkapan dan Penahanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian yang seharusnya dibayarkan kepada PEMOHON adalah sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah)…”
3.    Bahwa disamping kerugian Materiil, PEMOHON juga menderita kerugian IMMATERIL berupa : Bahwa PENANGKAPAN dan PENAHANAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh TERMOHONterhadap PEMOHON telah menimbulkan  trauma hidup, stress, ketakutan, serta penderitaan bathin, di mana jika dinilai dalam bentuk uang adalah sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah);

 


Berdasarkan hal – hal tersebut diatas, mohon Ketua Pengadilan Negeri Kabanjahe agar segera mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan hak-hak PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP, dan Mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Cq. Hakim Yang Memeriksa Permohonan ini berkenan memeriksa dan memutusakan sebagai berikut :
a.    Memerintahkan agar TERMOHONdihadirkan  dalam persidangan a-quo untuk didengar keterangannya sehubungan dengan PENANGKAPAN dan PENAHANAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM;
b.    Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghadirkan PEMOHON Prinsipal atas Nama Keluarga SYARIFIN BANGUN, ST dalam persidangan a-quo untuk didengar keterangannya sehubungan dengan PENANGKAPAN DAN PENAHANAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM;

 

Pihak Dipublikasikan Ya